Sinopsis
Sebuah keluarga yang bahagia, tinggal di pinggiran kota Bogor. Seorang pensiunan tentara bertamu ke rumah mereka dan memberi sebuah Cakar Monyet yang telah dikeringkan. Cakar itu berasal dari pedalaman kalimantan yang telah diberi mantra oleh seorang dukun. Konon cakar itu bisa mengabulkan tiga permintaan. Dengan iseng, sang suami mencoba meminta sejumlah uang. Tiba-tiba keluarga tersebut ditimpa masalah. Keesokan harinya, dua tamu datang mengabarkan bahwa putra satu-satunya meninggal sekaligus memberikan uang santunan sesuai jumlah yang diminta tadi malam. Setelah itu, rumah mereka dihinggapi suasana misteri.
TENTANG NASKAH
“Cakar Monyet”, adaptasi dari sebuah cerpen “The Monkey’s Paw”, karya WW. Jacob-Pengarang Inggris, ditulis tahun 1904.
Diadaptasi dengan seting peristiwa masa kini di sebuah daerah pinggiran Bogor.
Tema cerita ini menggambarkan harapan manusia yang melampaui kebutuhannya. Harapan bertransformasi menjadi keserakahan. Keserakahan merupakan hasrat yang tidak akan pernah menjangkau ujung kepuasaan. Segala keinginan yang dicapai akan melahirkan permintaan yang lain, begitu seterusnya. Sehingga hal itu hanya dapat menjerumuskan manusia pada kemalangan. Sebuah kisah yang barangkali membawa misi kepercayaan tradisional, bahwa kita belum tentu benar-benar menginginkan apa yang kita pikir. Kebutuhan dan keinginan yang melampaui keperluan hanya akan membawa kehancuran.
“Cakar Monyet” menghadirkan pertarungan manusia mengungkap takdir dan mistis. Yang pasti dan misteri. Takdir merupakan kepastian, namun keterbatasan manusia mengungkapnya, mengakibatkan takdir bertransformasi menjadi sesuatu yang penuh misteri. Pun sebaliknya, mistis merupakan sesuatu yang penuh misteri, penuh ketidakpastian dan ketidakjelasan, namun karena keterbatasan manusia mengungkapnya, mistis kemudian melahirkan asumsi-asumsi dalam mengejar kepastian.
Keluarga dalam kisah “Cakar Monyet” dihadapkan pada situasi obscure dalam mengungkap kepastian takdir dan mistis. Sehingga, karena keterbatasan logika manusia, mereka terjerembab pada upaya kesia-siaan dalam mengungkap takdir dan mistis.
Apakah kematian anaknya itu ada hubungannya dengan permintaan si ayah atau memang peristiwa kecelakaan biasa? Itu menjadi pertanyaan kita tatkala pertama kali membaca cerpen Jacob.
“Cakar Monyet” merupakan karya klasik bergenre horor. Teater bergenre horor sangat jarang dipentaskan di Indonesia. Hari ini, khususnya dalam industri hiburan semacam sinetron bahkan film kebanyakan di negeri ini, horor lebih sering diterjemahkan dalam visualisasi atau sekadar teror audio. Kehadiran pocong, sundel bolong, tuyul, dan musik mengerikan dan sebagainya seakan-akan jadi syarat mutlak sebagai unsur horor dalam genre tontonan tersebut. Celakanya, hampir setiap produk sinetron atau film horor demikian stereotip sehingga masyarakat menganggap horor mesti ada hantunya atau visualisasi yang menyeramkan.
Horor, sesungguhnya bukan sekadar teror audio visual yang dipaksakan hadir secara kasat mata belaka. Akan tetapi, merupakan suasana yang tercipta dari bangun peristiwa secara utuh. Kausalitas alur yang jelas, perwatakan yang kuat, serta intensitas penuturan yang terjaga dalam suatu cerita dengan tema mistis atau kematian tidak lagi membutuhkan visualisasi atau audio banal berlebihan untuk menyajikan sesuatu yang disebut horor.
Unsur lain dari horor “Cakar Monyet” adalah transformasi tentang kebahagiaan, keluarga yang penuh kasih, menjadi orang-orang yang terjerumus ke dalam ketragisan kematian dan kesengsaraan. Sehingga penciptaan horor dibangun atas pergolakan situasi batin dan pikiran antar tokoh.
Ensamble mainteater
Pemain : Asep Budiman, Gaus FM, Rinrin Chandraresmi, Deden Syarif, Agung Kurniawan, Heliana Sinaga dan Sahlan Bahuy
Sutradara : Wawan Sofwan
Asisten Sutradara : Sahlan Bahuy
Artistik : Kang Rosyid dan Deden Bulqini
Penata lampu : Aji Sangiaji
Penata Musik/efek suara : Uge Gunara
Penata panggung : Boyan, Shanty, Yuda Kalimullah, Chepy, Ade ii, Yosi
Penata Kostum : Ken Atik
Penata rias : Taufik S. Pasopati
Manajer panggung : Surya Ipril
Pimpinan Produksi : Femia Yamaniastuti
Tim produksi : Pradetya Novitri
Desain Grafis : Didi
Penasehat Literatur : Dea Widya dan Yopi Setia Umbara
Set Design